Selasa, 04 Oktober 2011

iklan0
Konsep Belajar dalam Promosi Kesehatan

iklan1
A. Proses Belajar
1. Arti dan Lingkup Belajar
a. Arti Belajar
Kadang-kadang bahan pengajaran disamakan dengan pendidikan. Belajar adalah usaha untuk menguasai segala sesuatu yang berguna untuk hidup, akan tetapi konsep Eropa , arti belajar itu agak sempit hanya mencakup menghapal, mengingat mereproduksi sesuatu yang dipelajari.

b. Proses Belajar
1) Latihan
Latihan adalah penyempurnaan potensi tenaga-tenaga yang ada dengan mengulang-ulang aktivitas tertentu.
2) Menambah/Memperoleh tingkah laku baru
Belajar sebenarnya adalah suatu usaha untuk memperoleh hal-hal (nilai-nilai) dengan aktivitas kejiwaan sendiri.

c. Ciri-ciri Kegiatan Belajar
a. Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang sedang belajar baik actual maupun potensial
b. Perubahan tersebut pada pokoknya didapatkan karena kemampuan baru yang berlaku untuk waktu yang relatif lama
c. Perubahan-perubahan itu terjadi karena usaha, bukan karena proses kematangan

2. Beberapa Teori Proses Belajar
Teori stimulus, respon yang kurang memperhitungkan faktor internal dan teori transformasi yang memperhitungkan faktor internal. Sedangkan kelompok teori belajar yang kedua sudah memperhitungkan faktor internal maupun eksternal. Para ahli psikologi kognitif juga memperhitungkan faktor eksternal dan internal di dalam mengembangkan teorinya. Selanjutnya mereka menjelaskan bahwa perencanaan pengajaran hendaknya berdasarkan pada pengetahuan tentang subjek belajar agar dapat dirancang metode pengajaran berdasarkan teori belajar yang tepat.


3. Teori-teori Belajar Sosial (Social Learning)
Dalam hal ini ada dua macam belajar, yaitu secara fisik, misalnya menari, olahraga, mengendarai mobil dan sebagainya
a. Teori belajar sosial dan tiruan dari NE Miller dan M. Dollard
1) Tingkah laku sama (same behavior)
2) Tingkah laku tergantung (matched depend behavior)
3) Tingkah laku salinan (copying behavior)
b. Teori belajar sosial A Bandura dan RH Wailer
1) Efek modeling (modeling effect)
Peniru melakukan tingkah laku –tingkah aku baru melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
2) Efek penghambat (inhabitation) dan Penghapus hambatan (dis inhabitations)
Tingkah laku-tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku model dihambat timbulnya, sedangkan tingkah laku-tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata.
3) Efek kemudahan (facilitation effect)
Tingkah laku –tingkah laku yang sudah pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.


B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Belajar
Proses Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
1) Metode
Metode pendidikan individu, kelompok, dan massa (public):
a. Metode Pendidikan Individu
1) Bimbingan dan penyuluhan (guidance dan concerning)
Dengan cara ini kontrak antara klien dan petugas lebih intensif
2) Wawancara (inteview)
Cara ini sebenarnya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan.
b. Metode Pendidikan Kelompok
Efektivitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran pendidikan:
1) Kelompok besar (15 orang)

Metode yang baik untuk kelompok besar:
 Ceramah (persiapan dan pelaksanaan)
 Seminar

2) Kelompok kecil (< 15 orang)
 Diskusi kelompok (bebas berpartisipasi dalam diskusi)
 Curah pendapat (brain storming)
 Bola salju (snow balling)

Kelompok dibagi dalam pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang) kemudian dilotarkan suatu pertanyaan atau masalah.
 Kelompok-kelompok kecil (Buzz group)
 Memainkan peran (role play)
 Permainan simulasi (simulation game)

c. Metode Pendidikan Massa
  1. Ceramah umum (publik speaking), pada cara-cara tertentu misalnya pada hari kesehatan nasional, dll.
  2. Pidato-pidato/diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun Radio, pada hakikatnya merupakan bentuk pendidikan kesehatan
  3. Simulasi, dialog antara pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya tentang suatu penyakit.
  4. Sinetron Dokter Sartika dalam acara TV pada tahun 1990-an juga merupakan bentuk pendekatan pendidikan kesehatan massa.
  5. Tulisan-tulisan di majalah atau koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab/konsultasi tentang kesehatan.
6) Billboard.
C. Alat Bantu/Peraga/Media Belajar
a. Pengertian
Alat bantu pendidikan adalah alat-alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran. Alat bantu ini lebih sering disebut sebagai alat peraga karena berfungsi untuk membantu dan memperagakan sesuatu di dalam proses pendidikan/pengajaran.

b. Faedah Alat
1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan
2) Mencapai sasaran yang lebih banyak
3) Membantu dalam mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman
4) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain.
5) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para pendidik/pelaku pendidikan.
6) Mendorong keinginan untuk mengetahui kemudian lebih mendalami dan akhirnya mendapatkan pengertian yang lebih baik.
7) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh

D. Macam-macam Alat Bantu (Pendidikan)
 Alat bantu lihat (visual aids), yang berguna dalam menstimulasi indra mata (penglihatan) pada waktu terjadinya pendidikan dalam bentuk alat yang diproyeksikan (slide, film, film strip, dsb) dan alat-alat yang tidak diproyeksikan : dua dimensi (gambar peta, bagan), tiga dimensi (bola dunia, boneka, dsb).
 Alat bantu dengan (audio aids) : piringan hitam, pita suara
 Alat bantu lihat-dengar : seperti televisi dan video casset

Alat peraga juga dapat dibedakan menjadi dua macam menurut pembuatan dan penggunaanya:
1) Alat peraga yang complicated (rumit), seperti film, film strip, slide, dsb.
2) Alat peraga sederhana, yang mudah dibuat sendiri (bambu, karton, kaleng bekas, kertas koran, dsb).

Contoh alat peraga sederhana
1. Di rumah tangga : leaflet, model buku bergambar, benda-benda yang nyata seperti buah-buahan, sayur-sayuran, dsb
2. Di masyarakat umum : poster, spanduk, leaflet, flannel graph, boneka wayang, dsb.

Ciri alat peraga sederhana
 Mudah dibuat
 Bahan-bahannya dapat diperoleh di bahan-bahan lokal.
 Di tulis/digambar dengan sederhana
 Memakai bahasa setempat dan mudah dimengerti oleh masyarakat.
 Memenuhi kebutuhan-kebutuhan petugas kesehatan dan masyarakat
b. Sasaran yang Dicapai
 Yang perlu diketahui tentang sasaran, antara lain:
1) Individu atau kelompok
2) Kategori-kategori sasaran seperti kelompok umur, pendidikan, dsb
3) Bahasa yang mereka gunakan
4) Adat-istiadat serta kebiasaan
5) Minat dan perhatian
6) Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan diterima
 Tempat memasang (menggunakan) alat-alat peraga
1) Di dalam keluarga (kunjungan rumah, waktu menolong persalinan, merawat bayi, dsb).
2) Di masyarakat (perayaan hari-hari besar, arisan-arisan, pengajian, dsb).
3) Di Instansi-instansi (puskesmas, RS, Kantor-kantor, sekolah, dsb).
 Alat-alat peraga tersebut sedapat mungkin dapat dipergunakan oleh:
1) Petugas-petugas puskesmas/kesehatan
2) Kader kesehatan
3) Guru-guru sekolah dan tokoh-tokoh masyarakat

c. Merencanakan dan Menggunakan Alat Peraga
Tujuan yang hendak dicapai:
 Tujuan pendidikan
1) Menanamkan pengetahuan/pengertian, pendapat dan konsep-konsep.
2) Mengubah sikap dan persepsi
3) Menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru
 Tujuan penggunaan alat peraga
1) Sebagai alat bantu dalam latihan/penataran/pendidikan
2) Untuk menimbukan perhatian terhadap suatu masalah
3) Untuk mengingatkan suatu pesan/informasi
4) Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur dan tindakan

d. Persiapan Penggunaan Alat Peraga
Semua alat peraga yang dibuat, berguna sebagai alat bantu belajar. Kita harus mengembangkan ketrampilan dan memilih dan menggunakan alat peraga secara tepat sehingga akan mendapatkan hasil yang maksimal. Sebelum diproduksi alat peraga, sebaiknya para petugas mencoba terlebih dahulu alat-alat yang masih dalam bentuk kasar atau draf, sejauh mana alat peraga tersebut dapat dimengerti oleh sasaran pendidikan.


Cara melakukan test antara lain:
 Merencakanan terlebih dahulu tes pendahuluan atas suatu media yang akan diproduksi
 Menentukan pokok-pokok yang akan dipesankan dalam media tersebut.
 Menentkan gambar-gambar pokok atau symbol-simbol yang disesuaikan dengan ciri-ciri sasaran.
 Memperlihatkan alat peraga
 Memperlihatkan kepada sasaran tercoba
 Mndiskusikan alat yang dibuat dengan orang lain /para ahli.

e. Cara Mempergunakan Alat peraga
Cara mempergunakan alat peraga sangat tergantung pada jenis alatnya. Pada waktu menggunakan AVA hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Senyum adalah lebih baik untuk mencari simpati.
2) Tunjukkan perhatian bahwa hal yang akan dibicarakan /dipergunakan itu adalah penting
3) Pandanga mjata hendaknya keseluruh pendegar agar mereka tidak kehilangan kontrol pihak pendidik
4) Gaya bicara hendaknya bervariasi agar pendengar tidak bosan dan tidak mengantuk.
5) Ikut sertakan para peserta/pendengar dan berikan kesempatan untuk memegang atau mencoba alat-alat tersebut.
6) Bila perlu berilah selingan humor, guna menghidupkan suasana.

f. Media
Yang dimaksud media adalah pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (AVA), karena alat-alat tersebut merupakan saluran (channel) untuk menyampaikan informasi kesehatan dan karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien. Media ini dibagi menjadi tiga macam :
 Media Cetak
Media cetak sebagai alat bantu menyampaikan pesan-pesan kesehatan sangat bervariasi, antara lain sebagai berikut:
1) Booklet ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar-gambar.
2) Leafleat, ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui lembar yang dilipat.
3) Flyer (selebaran), ialah bentuk seperti leafleat tetapi tidak berlipat.
4) Flip chat (lembar balik), media penyampaian pesan atau informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik, dan berisi gambar peragaan.
5) Rubrik atau tulisan. Tulisan pada surat kabar atau majalah yang membahas suatu masalah kesehatan, atau hal-hal lain yang berkaitan dengan kesehatan.
6) Poster, ialah bentuk media cetak yang berisi pesan atau informasi kesehatan yang biasanya ditempel di tembok-tembok ditempat-tempat umum, atau di kendaraan umum.
7) Foto, yang mengungkapkan informasi kesehatan.

 Media Elektronik
Media ini sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan atau informasi kesehatan berbeda-beda jenisnya, antara lain :
1) Televisi
2) Radio
3) Video
4) Slide
5) Film Strip.

 Media papan (Billboard)
Media papan ini dipasang di tempat-tempat umum, dapat diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan.

Enam faktor yang dapat menghambat proses belajar pada orang dewasa:
  1. Dengan bertambahnya usia titik dekat penglihatan atau titik trdekat yang dapat dilihat secara jelas mulai bergerak makin jauh.
  2. Dengan bertambahnya usia, titik dekat penglihatan atau titik yang dapat dilihat secara jelas mulai berkurang (makin pendek).
  3. Makin bertambah usia, makin besar pula jumlah penerangan yang diperlukan dalam suatu situasi belajar.
  4. Makin bertambah usia, persepsi kontras warna cenderung kearah merah daripada spectrum.
  5. Makin bertambah usia, kemampuan menerima suara mulai menurun.
  6. Makin bertambah usia, kemampuan untuk membedakan bunyi makin berkurang.

lihat artikel selengkapnya - Konsep Belajar dalam Promosi Kesehatan
iklan2

iklan0
Konsep Perilaku Kesehatan

iklan1
A. Pengertian Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Skiner (1938) seorang ahli psikologis, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua :
1. Perilaku tertutup (covert behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert), Misalnya : seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seks, dan sebagainya.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka, misalnya seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi.

B. Perilaku Kesehatan
Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat diklasifikan menjadi 3 kelompok:
1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (health maintenance)
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek :
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit.
c. Perilaku gizi (makanan dan minuman).

2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau Sering disebut Perilaku Pencarian pengobatan (Heath Seeking Behavior).
Adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.

3. Perilaku Kesehatan Lingkungan
Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan bagaimana, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan ini.
a. Perilaku hidup sehat.
Adalah perilaku –perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatikan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antar lain :
1) Menu seimbang
2) Olahraga teratur
3) Tidak merokok
4) Tidak minum-minuman keras dan narkoba
5) Istirahat yang cukup
6) Mengendalian stress
7) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan

b. Perilaku Sakit
Mencakup respon seseorang terhadap sakit dan penyakit. Persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit dan sebagainya, dsb.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Perilaku ini mencakup:
1) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
2) Mengenal/mengetahui fasilitas atau sasaran pelayanan penyembuhan penyakit yang layak.
3) Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, dan pelayanan kesehatan).

C. Domain Perilaku
Faktor-faktor yang membedakan respon terhada stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua yakni:
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakterisitik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin,, dsb.
2. Determinan atau faktor eksternal yaitu lingkungan baik lingkungan fisik, sosial, budaya ekonomi, politik , dsb

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologis pendidikan membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 dominan yakni:
1. Kognitif
2. Afektif
3. Psikomotor
Dalam perkembangannya, Teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni:
1. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang:
a. Proses Adopsi perilaku
Di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni :
 Awareness
 Interest
 Evaluation
 Trial
 Adoption
b. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu:
1) Tahu (know)
2) Memahami (comprehension)
3) Aplikasi
4) Analisis
5) Sintesis
6) Evaluasi
2. Sikap
Merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek
Diagram:

Proses terbentuknya sikap dan reaksi

a. Komponen pokok sikap
Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok:
1) kepercayaan (keyakinan) ide, dan konsep terhadap suatu objek
2) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3) kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
b. Berbagai tingkatan sikap
Sikap ini terdiri dari berbagai tindakan:
1) Menerima (receiving)
2) Merespon (responding)
3) Menghargai (valuing)
4) Bertanggungjawab (responsible)

c. Praktek atau tindakan (practice)
Mempunyai beberapa tingkatan:
1) persepsi (perception)
2) respon terpimpin (guide response)
3) mekanisme (mecanism)
4) adopsi (adoption)

D. Perubahan (Adopsi) Perilaku atau Indikatornya
Adalah suatu roses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Secara teori perubahan atau seseorang menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 tahap:
1. Pengetahuan
Dikelompokkan menjadi:
a. pengetahuan tentang sakit dan penyakit
b. pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan
c. pengetahuan tentang kesehatan lingkungan
2. Sikap
Dikelompokkan menjadi:
a. sikap terhadap sakit dan penyakit
b. sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat
c. sikap terhadap kesehatan lingkungan
3. Praktek dan Tindakan
Indikatornya yakni:
a. tindakan (praktek) sehubungan dengan penyakit
b. tindakan (praktek) pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
c. tindakan (praktek) kesehatan lingkungan

E. Aspek Sosio-Psikologi Perilaku
Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain : susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, dan belajar persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dsb. Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hasil dari dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam bentuk perilaku.

F. Determinan dan Perubahan Perilaku
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultasi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal. Pada garis besarnya perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu aspek fisik, psikis dan sosial.

Asumsi Determinan Perilaku Manusia
Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkapkan deteminan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan antar lain:
1. Teori Lawrence Green
Gren mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor:
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pegetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling faktor), yang terwujud dalam lingkungan fisik tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (reforcing factor) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

2. Teori Snehandu B, Kar
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak pada perilaku itu merupakan fungsi dari:
a. Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan kesehatanya (behavior intention)
b. Duikungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support)
c. Ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan (acesssebility of information)
d. Otonom pribadi yang bersangkutan dalam hal ii mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy)
e. Situasi yang emungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situastion).

3. Teori WHO
Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berprilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok:
Pemikiran dan perasaan (thought and feeling) yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek.
a. Pengetahuan
Pengetahuan di peroleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
b. Kepercayaan
Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
c. Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka terhadap objek sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat.
d. Orang penting sebagai referensi
Perilaku orang, lebih-lebih perilaku anak kecil lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting.
e. Sumber-sumber daya (resources)
Sumber daya disini mencakup fasilitas-fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilku seseorang atau kelompok masyarakat.
f. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan.
lihat artikel selengkapnya - Konsep Perilaku Kesehatan
iklan2

iklan0
AKI dan AKB tahun 2007

iklan1
Sambutan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Himpunan Obstetri Ginekologi Sosial I
Tema :
Peningkatan Pelayanan Obstetri Ginekologi Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga
Malang, 3 - 6 April 2008

Dalam upaya meningkatkan kualitas hidup perempuan dan keluarga, pendekatan siklus hidup menjadi penting. Hal ini merupakan bagian dari peranan Kesehatan Reproduksi. Kesehatan Reproduksi telah mendapat perhatian khusus secara global sejak Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo, Mesir pada tahun 1994. Salah satu hasilnya adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang menekankan pentingnya peningkatan kesehatan reproduksi setiap individu baik laki-laki maupun perempuan sepanjang siklus hidup dengan pemenuhan hak reproduksinya.

Sebagai tindak lanjut dari ICPD, Kebijakan Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia menetapkan bahwa Kesehatan Reproduksi mencakup lima komponen/program terkait (Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif), yaitu :
1. Program Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak
2. Keluarga Berencana
3. Program Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Program Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular Seksual termasuk HIV/AIDS.
5. Program Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut.

Kesehatan Ibu merupakan komponen yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi karena seluruh komponen yang lain sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Apabila Ibu sehat maka akan menghasilkan bayi yang sehat yang akan menjadi generasi kuat. Ibu yang sehat juga menciptakan keluarga sehat dan bahagia.

Untuk mewujudkan itu semua, seluruh pemangku kepentingan dalam program kesehatan reproduksi di Indonesia (pemerintah pusat maupun daerah, LSM, dunia usaha, organisasi profesi, donor agency) hendaknya meningkatkan aktifitasnya dalam mendukung pencapaian kualitas hidup ibu yang pada akhirnya juga akan meningkatkan kualitas hidup keluarga.

Sebagai tolok ukur keberhasilan kesehatan ibu maka salah satu indikator terpenting untuk menilai kualitas pelayanan obstetri dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Balita (AKB) di wilayah tersebut. Di Indonesia, berdasarkan perhitungan oleh BPS diperoleh AKI tahun 2007 sebesar 248/100.000 KH. Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2002 sebesar 307/100.000 KH, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target MDG 2015 (102/100.000 KH) sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target tersebut. Tetapi, apabila kita melihat AKI berdasarkan data yang dikirimkan oleh Puskesmas seluruh Indonesia maka target MDG’s tersebut sedikit lagi akan tercapai. Berdasarkan laporan dari Puskesmas pada tahun 2005 diperoleh AKI sebesar 151, pada tahun 2006 sebesar 127 dan pada tahun 2007 sebesar 119/100.000 KH. Kalau kita lihat data AKI dari lapangan menunjukkan adanya penurunan yang sangat bermakna.

Sementara untuk AKB, berdasarkan perhitungan dari BPS, pada tahun 2007 diperoleh AKB sebesar 26,9/1000 KH (2007). Angka ini sudah jauh menurun dibandingkan tahun 2002-3 sebesar 35/1000 KH dan upayanya akan lebih ringan bila dibandingkan dengan upaya pencapaian target MDG’s untuk penurunan AKI. Adapun target AKB pada MDG’s 2015 sebesar 17/1000 KH. Apabila kita melihat data tahun 2007 dari laporan Puskesmas, diperoleh AKB sebesar 9,1/1000 KH. Angka ini sudah jauh menurun dan melampaui target MDG’s.

Trend penurunan AKI dan AKB tersebut menunjukkan keberhasilan dari jerih payah Indonesia dalam mencapai target MDG’s. Namun angka – angka tersebut khususnya AKI masih tinggi di antara negara ASEAN di luar Laos dan Kamboja. Untuk itu berbagai kegiatan dan praktik terbaik telah dilaksanakan dan dikembangkan termasuk program Keluarga Berencana (KB).

Program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia termasuk yang dianggap berhasil di tingkat internasional. Hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap penurunan pertumbuhan penduduk, sebagai akibat dari penurunan angka kesuburan total (total fertility rate, TFR). Menurut SDKI, TFR pada kurun waktu 1967-1970 menurun dari 5,6 menjadi hampir setengahnya dalam 30 tahun, yaitu 2,6 pada periode 1997- 2002. Demikian juga pencapaian cakupan pelayanan KB (contraceptive prevalence rate, CPR) dengan berbagai metode meningkat menjadi 60,3% pada tahun 2002-2003.

Walaupun data SDKI 2002-2003 menunjukkan keberhasilan program KB, dari sumber data yang sama terungkap bahwa perempuan berstatus kawin yang tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran berikutnya tetapi tidak menggunakan cara kontrasepsi (unmet need) masih cukup tinggi yaitu 8,6%. Penyebab masih tingginya angka ini, antara lain kualitas informasi dan pelayanan KB, serta missed opportunity pelayanan KB pada pasca-persalinan. Proporsi drop-out akseptor KB (discontinuation rate) adalah 20,7%. Hal ini menunjukkan bahwa masih jauh lebih banyak terjadi kehamilan yang perlu dihindari dan kesadaran berKB pada pasangan yang paling membutuhkan belum cukup mantap.

Sejak tahun 2000 Departemen Kesehatan telah menerapkan MPS (Making Pregnancy Safer) untuk percepatan penurunan AKI dengan tiga pesan kuncinya yaitu : 1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terampil; 2) Setiap komplikasi kehamilan dan persalinan mendapat penanganan yang adekuat; 3) Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi yang adekuat. Pesan kunci tersebut dilaksanakan melalui 4 strategi dan sudah sejalan dengan Visi Departemen Kesehatan yaitu; Masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat dan Misinya yaitu Membuat rakyat sehat. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut dilaksanakan melalui 4 strategi yaitu : 1) Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat; 2) Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas; 3) Meningkatkan sistem surveilance, monitoring dan informasi kesehatan; 4) Meningkatkan pembiayaan kesehatan.

Dalam mengimplementasikan strategi tersebut kami sampaikan kebijakan pelaksanaan program penurunan AKI – AKB 2008 difokuskan pada Pelaksanaan 1) Program Perencanaan Persalinan dan Persiapan Komplikasi (P4K) dengan Stiker di seluruh wilayah Puskesmas; 2) Kemitraan Bidan dan Dukun; 3) PONED/PONEK; 4) UTD di daerah; 5) Pelayanan KB berkualitas serta; 6) Pemenuhan SDM kesehatan.

Program Perencanaan Persalinan dan Persiapan Komplikasi (P4K) dengan stiker adalah kegiatan yang membangun potensi suami, keluarga dan masyarakat, khususnya untuk persiapan dan tindakan yang dapat menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir dengan menanggulangi penyebab kematian utama, yaitu :
  • Pertama, mengenal dan mendata kehamilan yang ada di desa, serta memberikan stiker agar tiap ibu hamil menggunakan jasa bidan.
  • Kedua, membentuk kelompok penyedia donor darah agar ada ketersediaan darah yang dapat digunakan sewaktu-waktu
  • Ketiga, merencanakan dan menyiapkan sistem angkutan desa untuk menangani kasus darurat pada saat persalinan bila diperlukan
  • Dan keempat, merencanakan pengumpulan dana dan menginformasikan ketersediaan bantuan Askeskin bagi yang membutuhkan
Kegiatan ini telah dilaksanakan secara nasional mulai tahun 2007. Untuk ini pun diharapkan dukungan dari semua stake holder terkait.

Dalam konteks pemberdayaan masyarakat khususnya Ibu dan anak, juga telah dikembangkan dan diimplementasikan penggunaan buku KIA. Buku KIA dapat dibaca oleh ibu, suami dan anggota keluarga lainnya karena berisi informasi yang sangat berguna bagi kesehatan ibu dan anak balita. Buku KIA juga memuat informasi tanda – tanda bahaya pada kehamilan dan masalah kesehatan ibu dan anak yang dapat membahayakan kesehatan, diharapkan ibu tidak malu dan ragu untuk bertanya kepada petugas apabila ditemukan hal yang tidak sesuai dengan informasi.

Saat ini penggunaan buku KIA sebagian besar masih di tingkat puskesmas dan jaringannya, masih sedikit digunakan di rumah sakit dan kalangan profesi. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini saya juga menghimbau agar profesi dapat menggunakan buku KIA, hal ini merupakan salah satu peran obstetri dan ginekologi dalam meningkatakan Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga.

DR. dr. Siti Fadhillah Supari, M.Kes


APA YANG DIMAKSUD DENGAN KEMATIAN IBU ?
Kematian ibu yang terjadi selama masa kehamilan atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tanpa melihat usia dan lokasi kehamilan, oleh setiap penyebab yang berhubungan dengan atau diperberat oleh kehamilan atau penanganannya tetapi bukan oleh kecelakaan atau incidental (faktor kebetulan).

APA ARTINYA YANG DIMAKSUD DENGAN ANGKA KEMATIAN IBU TINGGI ?
  • Jumlah kematian ibu yang meninggal mulai saat hamil hingga 6 minggu setelah persalinan per 100.000 persalinan tinggi.
  • Angka kematian ibu tinggi adalah angka kematian yang melebihi dari angka target nasional.
  • Tingginya angka kematian, berarti rendahnya standar kesehatan dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan, dan mencerminkan besarnya masalah kesehatan.

BAGAIMANA USAHA SELAMA INI UNTUK MENURUNKAN AKI ?

Upaya yang telah dilakukan oleh Depkes :
  • Peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu
  • Penyediaan sistem pelayanan kesehatan untuk daerah terpencil, tertinggal, perbatasan di 12 provinsi, 33 kabupaten, 101 puskesmas.
  • Peningkatan pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat.
  • Perencanaan terpadu Lintas Program dan Lintas Sektor untuk percepatan penurunan AKI (DTPS-MPS) dengan menggunakan indikator KIA sebagai indikator pembangunan daerah.

MENGAPA SAMPAI SEKARANG AKI MASIH TINGGI ?
  • Angka kematian yang ada saat ini tidak mencerminkan kondisi sat ini. Karena SDKI menggambarkan data 5 tahun yang lalu.
  • Terbatasnya pelayanan kesehatan ibu : tenaga, sarana, belum optimalnya keterlibatan swasta
  • Terbatasnya kualitas tenaga kesehatan untuk pelaksanaan kegiatan responsif gender : antenatal yang terintegrasi, pertolongan persalinan, penanganan komplikasi kebidanan, keluarga berencana.
  • Belum adanya sistem pelayanan kesehatan yang sesuai untuk daerah terpencil : belum ada regulasi untuk memberikan kewenangan yang lebih untuk tindakan medis khusus, terbatasnya insentif untuk tenaga kesehatan, terbatasnya sarana/dana untuk transportasi (kunjungan dan rujukan)
  • Kurangnya dana operasional untuk pelayanan kesehatan ibu, terutama untuk daerah terpencil
  • Kurang optimalnya pemberdayaan masyarakat : ketidaksetaraan gender, persiapan persalinannya dan dalam menghadai kondisi gawat darurat (mandiri) di tingkatan desa.
  • Belum optimalnya perencanaan terpadu lintas sektor dan lintas program untuk percepatan penurunan angka kematian ibu.
lihat artikel selengkapnya - AKI dan AKB tahun 2007
iklan2

iklan0
Peran dan Fungsi Bidan

iklan1
PERAN DAN FUNGSI BIDAN

Peran Bidan
Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan peneliti.
A. Peran Sebagai Pelaksana
Sebagai pelaksana, bidan memiliki tiga kategori tugas, yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi, dan tugas ketergantungan.
1. Tugas mandiri
Tugas-tugas mandiri bidan, yaitu:
1) Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien.
b. Menentukan diagnosis.
c. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi.
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut kegiatan/tindakan.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan kegiatan/tindakan.

2) Memberi pelayanan dasar pranikah pada anak remaja dan dengan melibatkan mereka sebagai klien, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan anak remaja dan wanita dalam masa pranikah.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan dasar.
c. Menyusun rencana tindakan/layanan sebagai prioritas mendasar bersama klien.
d. Melaksanakan tindakan/layanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi hasil tindakan/layanan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindak lanjut tindakan/layanan bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.

3) Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan klien yang dalam keadaan hamil.
b. Menentukan diagnosis kebidanan dan kebutuhan kesehatan klien.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengan prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan yang telah diberikan bersama klien.
g. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien,
h. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan yang telah diberikan.

4) Memberi asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinar dengan melibatkan klien/keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada klien dalam masa persalinan.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan dalam masa persalinan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan bersama klien sesuai dengar prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
e. Mengevaluasi asuhan yang telah diberikan bersama klien.
f. Membuat rencana tindakan pada ibu selama masa persalinan sesuai dengan prioriras.
g. Membuat asuhan kebidanan.

5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir, mencakup:
a. Mengkaji status keselhatan bayi baru lahir dengan melibatkan keluarga.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan sesuai prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut.
g. Membuat rencana pencatatan dan pelaporan asuhan yang telah diberikan.

6) Memberi asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien/keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas.
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan asuhan kebidanan pada masa nifas.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan berdasarkan prioritas masalah.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi bersama klien asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut asuhan kebidanan bersama klien.
7) Memberi asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan keluarga berencana, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan pelayanan keluarga berencana pada pus (pasangan usia subur)
b. Menentukan diagnosis dan kebutuhan pelayanan.
c. Menyusun rencana pelayanan KB sesuai prioritas masalah bersama klien.
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
e. Mengevaluasi asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut pelayanan bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan laporan.

8) Memberi asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi dan wanita dalam masa klimakterium serta menopause, mencakup:
a. Mengkaji status kesehatan dan kebutuhan asuhan klien.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, prioritas, dan kebutuhan asuhan.
c. Menyusun rencana asuhan sesuai prioritas masalah bersama klien.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi bersama klien hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan kebidanan.


9) Memberi asuhan kebidanan pada bayi dan balita dengan melibatkan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan sesuai dengan tumbuh kembang bayi/balita.
b. Menentukan diagnosis dan prioritas masalah.
c. Menyusun rencana asuhan sesuai dengan rencana.
d. Melaksanakan asuhan sesuai dengan prioritas masalah.
e. Mengevaluasi hasil asuhan yang telah diberikan.
f. Membuat rencana tindak lanjut.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan asuhan.

2. Tugas Kolaborasi
Tugas-tugas kolaborasi (kerja sama) bidan, yaitu:
1) Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga. mencakup:
a. Mengkaji masalah yang berkaitan dengan komplikasi dan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
c. Merencanakan tindakan sesuai dengan prioriras kegawatdaruratan dan hasil kolaborasi serta berkerjasama dengan klien.
d. Melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana dan dengan melibatkan klien.
e. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan.
f. Menyusum rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.

2) Memberi asu6an kebidanan pada ibu hamil dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada kasus risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukam diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko serta keadaan kegawatdaruratan pada kasus risiko tinggi.
c. Menyusun rencana asuhan dan tindakan pertolongan pertama sesuai dengn prioritas
d. Melaksanalkan asuhan kebidanan pada kasus ibu hamil dengan risiko tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.
3) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi serta keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko dan keadaan kegawatdaruratan
c. Menyusun rrencana asuhan kebidanan pada i6tl dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan risiko tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan priositas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama pada ibu hamil dengan risiko tinggi.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.

4) Memberi asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi serta pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan faktor risiko serta keadaan kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan risiko tinggi dan pertolongan pertarna sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan dengan risiko tinggi dan memberi pertolongan pertama sesuai dengan rencana.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.

5) Memberi asuhan kebidanan pada bay, baru lahir dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruraran yang memerlukan tindakan kolaborasi bersama klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir de ngan risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas sesuai dengan Faktor risiko serta keadaan kegawatdaruratan.
c. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan memerlukan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporan.

6) Memberi asuhan kebidanan pada balita dengan risiko cinggi serta pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi betsamut klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan pada balita dengan risiko tinggi dan keadaan kegawatdaruratan yang nemerlukan tindakan kolaborasi.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioricas sesuai dengan faktor risiko serta keadaan kegawatdaruratan.
c. Menyvsun rencana asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan memerlukan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
d. Melaksanakan asuhan kebidanan pada balita dengan risiko tinggi dan pertolongan pertama sesuai dengan prioritas.
e. Mengevaluasi hasil asuhan kebidaman dan pertolongan pertama.
f. Menyusun rencana tindak lanjut bersama klien.
g. Membuat pencatatan dan pelaporaan.

3. Tugas ketergantungan
Tugas-tugas ketergantungan (merujuk) bidan, yaitu:
1) Menerapkan manajamen kebidanan ,pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebndanan yang memerlukan tindakan di luar lingkup kewenangan bidan dan memerlukan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas serta sumbersumber dan fasilitas untuk kebmuuhan intervensi lebih lanjut bersama klien/keluarga.
c. Merujuk klien uncuk keperluan iintervensi lebih lanjuc kepada petugas/inscitusi pelayanan kesehaatan yang berwenang dengan dokumentasi yang lengkap.
d. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan incervensi.

2) Membeci asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada kasus kehamilan dengan risiko tinggi serta kegawatdaruratan, mencakup:
a. Mengkaji kebutuhan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan.
e. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
f. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.
3) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi serta rujukan pada masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam persalinan yang memerlukan konsultasi dan rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikae seluruh kejadian dan intervensi.

4) Memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa nifas yang disertai penyulit tertentu dan kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada ibu dalam masa nifas yang memerlukan konsultasi serta rujukan.
b. Menentukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan.
d. Mengirim klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta mendokumentasikan seluruh kejadian dan intervensi.

5) Memberi asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kondisi kegawatdaruratan pada bayi baru lahir yang memerlukan konsulrasi serta rujukan.
b. Menentatkan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.

6) Memberi asuhan kebidanan kepada anak balita dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan dengan melibatkan klien/keluarga, mencakup:
a. Mengkaji adanya penyulit dan kegawatdaruratan pada balita yang memerlukan konsultasi serta rujukan.
b. Menenrukan diagnosis, prognosis, dan prioritas.
c. Memberi pertolongan pertama pada kasus yang memerlukan rujukan
d. Merujuk klien untuk keperluan intervensi lebih lanjut pada petugas/institusi pelayanan kesehatan yang berwenang.
e. Membuat pencatatan dan pelaporan serta dokumentasi.

B. Peran Sebagai Pengelola
Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim.
1. Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan
Bidan bertugas; mengembangkan pelayanan dasar kesehatan, terutama pelayanan kebnjanan untuk individu, keluarga kelompok khusus, dan masyarakat di wilayah kerja dengan melibatl;can masyarakat/klien, mencakup:
1) Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak untuk meningkatkan serta mengembangkan program pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya bersama tim kesehatan dan pemuka masyarakat.
2) Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil pengkajian bersama masyarakat.
3) Mengelola kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana (KB) sesuai dengan rencana.
4) Mengoordinir, mengawasi, dan membimbing kader, dukun, atau petugas kesehatan lain dalam melaksanakan program/kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak-serta KB.
5) Mengembangkan strategi untuk meningkatkan keseharan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta KB, termasuk pemanfaatan sumber-sumber yang ada pada program dan sektor terkait.
6) Menggerakkan dan mengembanglran kemampuan masyarakat serta memelihara kesehatannya dengan memanfaatkan potensi-potensi yang ada.
7) Mempertahankan, meningkatkan mutu dan keamanan praktik profesional melalui pendidikan, pelatihan, magang sena kegiatankegiatan dalam kelompok profesi.
8) Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan.

2. Berpartisipasi dalam tim
Bidan berpartisipasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, kader kesehatan, serta tenaga kesehatan lain yang berada di bawah bimbingan dalam wilayah kerjanya, mencakup:
1) Bekerja sama dengan puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam memberi asuhan kepada klien dalam bentuk konsultasi rujukan dan tindak lanjut.
2) Membina hubungan baik dengan dukun bayi dan kader kesehatan atau petugas lapangan keluarga berencaca (PLKB) dan masyarakat.
3) Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan lain.
4) Memberi asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi.
5) Membina kegiatan-kegiatan yang ada di masyarakat, yang berkaitan dengan kesehatan.

C. Peran Sebagai Pendidik
Sebagai pendidik bidan memiliki 2 tugas yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan bagi klien serta pelatih dan pembimbing kader.
1. Memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan pada klien
Bidan memberi pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok, serta maryarakat) tentang penanggulangan masalah kesehatan, khususnya yang berhubungarn dengan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana, mencakup:
1) Mengkaji kebutuhan pendidikan dan penyuluhan kesehatan, khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana bersama klien.
2) Menyusun rencana penyuluhan kesehatan sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang bersama klien.
3) Menyiapkan alat serta materi pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
4) Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan kesehatan sesuai dengan rencana jangka pendek serta jangka panjang dengan melibatkan unsur-unsur terkait, termasuk klien.
5) Mengevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan bersama klien dan menggunakannya untuk memperbaiki serta meninglcatkan program dl masa yang akan datang.
6) Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/ penyuluhan kesehatan secara lengkap serta sistematis.

2. Melatih dan membimbing kader
Bidan melatih dan membimbing kader, peserta didik kebidanan dan keperawatan, serta membina dukun dl wilayah atau tempat kerjanya, mencakup:
1) Mengkaji kebutuhan pelatihan dan bimbingan bagi kader, dukun bayi, serta peserta didik
2) Menyusun rencana pelatihan dan bimbingan sesuai dengan hasil pengkajian.
3) Menyiapkan alat bantu mengajar (audio visual aids, AVA) dan bahan untuk keperluan pelatihan dan bimbingan sesuai dengan rencana yang telah disusun.
4) Melaksanakan pelatihan untuk dukun bayi dan kader sesuai dengan rencana yang telah disusun dengan melibatkan unsur-unsur terkait.
5) Membimbing peserta didik kebidanan dan keperawatan dalam lingkup kerjanya.
6) Menilai hasil pelatihan dan bimbingan yang telah diberikan.
7) Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program bimbingan.
8) Mendokumentasikan semua kegiatan termasuk hasil evaluasi pelatihan serta bimbingan secara sistematis dan lengkap.
D. Peran Sebagai Peneliti/Investigator
Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri maupun berkelompok, mencakup:
1. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi yang akan dilakukan.
2. Menyusun rencana kerja pelatihan.
3. Melaksanakan investigasi sesuai dengan rencana.
4. Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi.
5. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut.
6. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program kerja atau pelayanan kesehatan.

FUNGSI BIDAN
Berdasarkan peran bidan seperti yang dikemukakan di atas, maka fungsi bidan adalah sebagai berikut.
A. Fungsi Pelaksana
Fungsi bidan sebagai pelaksana mencakup:
1. Melakukan bimbingan dan penyuluhan kepada individu, keluarga, serta masyarakat (khususnya kaum remaja) pada masa praperkawinan.
2. Melakukan asuhan kebidanan untuk proses kehamilan normal, kehamilan dengan kasus patologis tertentu, dan kehamilan dengan risiko tinggi.
3. Menolong persalinan normal dan kasus persalinan patologis tertentu.
4. Merawat bayi segera setelah lahir normal dan bayi dengan risiko tinggi.
5. Melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas.
6. Memelihara kesehatan ibu dalam masa menyusui.
7. Melakukan pelayanan kesehatan pada anak balita dan pcasekolah
8. Memberi pelayanan keluarga berencanasesuai dengan wewenangnya.
9. Memberi bimbingan dan pelayanan kesehatan untuk kasus gangguan sistem reproduksi, termasuk wanita pada masa klimakterium internal dan menopause sesuai dengan wewenangnya.

B. Fungsi Pengelola
Fungsi bidan sebagai pengelola mencakup:
1. Mengembangkan konsep kegiatan pelayanan kebidanan bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat yang didukung oleh partisipasi masyarakat.
2. Menyusun rencana pelaksanaan pelayanan kebidanan di lingkungan unit kerjanya.
3. Memimpin koordinasi kegiatan pelayanan kebidanan.
4. Melakukan kerja sama serta komunikasi inter dan antarsektor yang terkait dengan pelayanan kebidanan
5. Memimpin evaluasi hasil kegiatan tim atau unit pelayanan kebidanan.

C. Fungsi Pendidik
Fungsi bidan sebagai pendidik mencakup:
1. Memberi penyuluhan kepada individu, keluarga, dan kelompok masyarakat terkait dengan pelayanan kebidanan dalam lingkup kesehatan serta keluarga berencana.
2. Membimbing dan melatih dukun bayi serta kader kesetan sesuai dengan bidang tanggung jawab bidan.
3. Memberi bimbingan kepada para peserta didik bidan dalam kegiatan praktik di klinik dan di masyarakat.
4. Mendidik peserta didik bidan atau tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan bidang keahliannya.



D. Fungsi Peneliti
Fungsi bidan sebagai peneliti mencakup:
1. Melakukan evaluasi, pengkajian, survei, dan penelitian yang dilakukan sendiri atau berkelompok dalam lingkup pelayanan kebidanan.
2. Melakukan penelitian kesehatan keluarga dan keluarga berencana.


BIDAN SEBAGAI PROFESI

Bidan Suatu Profesi
Sejarah menunjukkan bahwa bidan merupakan salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya peradaban umat manusia. Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan menolong ibu melahirkan. Peran dan posisi bidan di masyarakat sangat dihargai dan dihormati karena tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, dan mendampingi, serta menolong ibu melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.

Dalam naskah kuno, pada zaman prasejarah, tercatat bahwa bidan dari Mesir (Siphrah dan Poah) berani mengambil risiko menyelamatkan bayi laki-laki bangsa Yahudi (orang-orang yang dijajah bangsa Mesir) yang diperintahkan oleh Firaun untuk dibunuh. Mereka sudah menunjukkan sikap etika moral yang tinggi dan takwa kepada Tuhan dalam membela orang-orang yang berada pada posisi lemah, yang pada zaman modern ini kita sebut perara advokasi. Dalam menjalankan tugas dan praktiknya, bidan bekerja berdasarkan pandangan filosofis yang dianut, keilmuan, metode kerja, standar praktik pelayanan, serta kode etik profesi yang dimilikinya.

Ciri profesi bidan:
1. Bidan disiapkan melalui pendidikan formal agar lulusannya dapat melaksanakan pdcerjaan yang menjadi tanggung jawabnya secara profesional.
2. Bidan memiliki alat yang dijadikan panduan dalam menjalankan profesinya yaitu Standar Pelayanan Kebidanan, Kode Etik, dan Etika Kebidanan.
3. Bidan memiliki kelompok pengetahuan yang jelas dalam menjalankan profesinya.
4. Bidan memiliki kewenangan dalam menjalankan tugasnya.
5. Bidan memberi pelayanan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
6. Bidan memiliki organisasi profesi.
7. Bidan memiliki karakteristik yang khusus dan dikenal serta dibutuhkan masyarakat.
8. Profesi bidan dijadikan sebagai suatu pekerjaan dan sumber utama penghidupan.

Arti dan Ciri Jabatan Profesional
Secara populer, seseorang yang bekerja di bidang apa pun sering diberi predikat profesional Seorang pekerja profesional menurut bahasa keseharian adalah seorang pekerja yang terampil atau cakap dalam kerjanya meskipun keterampilan atau kecakapan tersebut merupakan hasil minat dan belajar dari kebiasaan.

Pengertian jabatan profesional perlu dibedakan dengan predikat profesional yang diperoleh dari jenis pekerjaan hasil pembiasaan melakukan keterampilan tertentu (melalui magang/keterlibatan langsung dalam situasi kerja tertenru dan mendapatkan keterampilan kerja sebagai warisan orang tuanya atau pendahulunya).

Seorang pekerja profesional perlu dibedakan dart seorang teknisi. Baik pekerja profesional maupun teknisi dapat saja terampil dalam unjuk kerja (mis., menguasai teknik kerja yang sama, dapat memecahkan masalah teknis dalam bidang kerjanya). Akan tetapi, seorang pekerja profesional dituntut menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang menyangkut wawasan filosofis, pertimbangan rasional, dan memiliki sikap yang positif dalam melaksanakan serta mengembangkan mucu karyanya.
C.V. Good menjelaskan bahwa-jenis pekerjaan profesional memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: memerlukan persiapan atau pendidikan khusus bagi pelakunya (membutuhkan pendidikan prajabatan yang relevan), kecakapannya memenuhi persyaratan yang telah dibakukan oleh pihak yang berwenang (mis., organisasi profesional, konsorsium dan pemerintah), serta jabatan tersebut mendapat pengakuan dari masyarakat dan/atau negara.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bidan adalah jabatan profesional karena memenuhi ketiga persyaratan di atas. Secara lebih rind, ciri-ciri jabatan profesional adalah sebagai berikut:
1. Pelakunya secara nyata (de facto) dituntut memiliki kecakapan kerja (keahlian) sesuai dengan tugas-tugas khusus serta tuntutan dari jenis jabatannya (spesialisasi).
2. Kecakapan atau keahlian seorang pekerja profesional bukan sekadar hasil pembiasaan atau latihan rutin yang terkondisi, tetapi harus didasari oleh wawasan keilmuwan yang mantap. Jabatan profesional juga menuntut pendidikan formal. Jabatan yang terprogram secara relevan dan berbobot akan terselenggara secara efektif, efisien, serta memiliki tolak ukur evaluasi yang terstandardisasi.
3. Pekerja profesional dituntut berwawasan sosial yang luas sehingga pilihan jabatan serta kerjanya didasarkan pada kerangka nilai tertentu, bersikap positif terhadap jabatan dan perannya, serta memiliki motivasi dan upaya urituk berkarya sebaik-baiknya. Hal ini mendorong pekerja profesional yang bersangkutan untuk selalu meningkatkan (menyempurnakan) diri serra karyanya. Orang tersebut secara nyata mencintai profesinya dan memiliki etos kerja yang tinggi.
4. Jabatan profesional perlu mendapat pengesahan dari maryarakat dan/ atau negara. Jabatan profesional memiliki syarat-syarat serra kode etik yang harus dipenuhi oleh pelakunya. Hal ini menjamin kepantasan berkarya dan merupakan tanggung jawab sosial profesional tersebut.
Sehubungan dengan profesionalisme jabatan bidan, perlu dibahas bahwa bidan tergolong jabatan profesional. Jabatan dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dan diatur berjenjang dalam suatu organisasi, sedangkan jabatan fungsional adalah jabatan yang ditinjau serta dihargai dari aspek fungsinya yang vital dalam kehidupan masyarakat dan negara.

Selain fungsi dan perannya yang vital dalam kehidupan masyarakat, jabatan fungsional juga berorientasi kualitatif. Dalam konteks inilah jabatan bidan adalah jabatan fungsional profesional, dan wajarlah apabila bidan tersebut mendapat tunjangan fungsional.

Bidan Suatu Jabatan Profesional
Sesuai dengan uraian di atas, sudah jelas bahwa bidan adalah jabatan profesional. Persyaratan dari bidan sebagai jabatan profesional telah dimiliki oleh bidan tersebut. Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Memberi pelayanan kepada masyarakat yang bersifac khusus atau spesialis.
2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai tenaga profesional.
3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat.
4. Memiliki kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah.
5. Memiliki peran dan fungsi yang jelas.
6. Memiliki kompetensi yang jelas dan terukur.
7. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah.
8. Memiliki kode etik bidan.
9. Memiliki etika kebidanan.
10. Memiliki standar pelayanan.
11. Memiliki standar praktik.
12. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
13. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi.
lihat artikel selengkapnya - Peran dan Fungsi Bidan
iklan2

iklan0
Talasemia

iklan1
A. Defenisi
Talasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara resesif. Secara molekuler talasemia dibedakan atas talasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas talasemia mayor dan minor.

B. Manifestasi klinis
Bayi baru lahir dengan talasemia beta mayor tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak ditangani dengan baik, tumbuh kembang masa kehidupan anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare, kehilangan lemak tubuh, dan dapat disertai demam berulang akibat infeksi. Anemia berat dan lama biasanya menyebabkan pembesaran jantung. Terdapat hepatosplenomegali. Ikterus ringan mungkin ada. Terjadi perubahan padatulang yana menetap, yaitu teriadinya bentuk muka mongoloid akibat sistem eritropoesis yang hiperaktif. Adanya penipisan korteks tulang panjang, tangan, dan kaki dapat menimbulkan fraktur patologis. Penyimpangan pertumbuhan akibat anemia dan kekurangan gizi menyebabkan perawakan pendek. Kadang-kadang ditemukan epistaksis, pigmentasi kulit, koreng pada tungkai, dan batu empedu. Pasien menjadi peka terhadap infeksi terutama bila limpanya telah diangkat sebelum usia 5 tahun dan mudah mengalami septisemia yang dapat mengakibatkan kematian. Dapat timbul pansitopenia akibat hipersplenisme. Hemosiderosis terjadi pada kelenjar endokrin (keterlambatan menstruasi dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder), pankreas (diabetes), hati (sirosis), otot jantung (aritmia-gangguan konduksi , gagal jantung), dan perikardium (perikarditis).

C. Patofisiologi
Penyebab anemia pada talasemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskular yang mengakibatkan hemodilusi, dan destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang.
Terjadinya hemosiderosis merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis, serta proses hemolisis.

D. Pemeriksaan Penunjang
Anemia biasanya berat, dengan kadar hemoglobin (Hb) berkisar antara 3-9 g/dl. Eritrosit memperlihatkan anisositosis, poikilositosis, dan hipokromia berat. Sering ditemukan sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak dijumpai terutama pasca splenektomi. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya. Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin. Petunjuk adanya talasemia alfa adalah ditemukannya Hb Bart's dan HbH. Pada talasemia beta kadar HbF bervariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 1

E. Penatalaksanaan
Atasi anemia dengan transfusi PRC (packed red cell). Transfusi hanya diberikan bila saat diagnosis, ditegakkan Hb < 8 g/dl. Selanjutnya, sekali diputuskan untuk diberi transfusi darah. Hb harus selalu dipertahankan di atas 12 g/dl dan tidak melebihi 15,5 g/dl. Bila tidak terdapat tanda gagal jantung dan Hb sebelum transfusi di atas 5 g/dl, diberikan 10-15 ml/ kgBB per satu kali pemberian selama 2 jam atau 20 ml/kgBB dalam waktu 3-4 jam. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung, atau Hb <5g/dl, dosis satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 mUkgBB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kgBB/ jam. Penderita dengan tanda gagal jantung harus dirawat, diberikan oksigen dengan kecepatan 2-1 L/menit, transfusi darah dan diuretik. Setiap selesai pemberian satu seri transfusi, kadar Hb pasca transfusi diperiksa 30 menit setelah pemberian transfusi terakhir. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi, yaitu Desferal secara im atau iv. Splenektomi diindikasikan bila terjadi hipersplenisme atau limpa terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien, menimbulkan tekanan intraabdominal yang mengganggu napas dan berisiko mengalami dyspnu. Hipersplenisme dini ditandai dengan jumlah transfusi melebihi 250 mUkgBB dalam 1 tahun terakhir dan adanya penunanan Hb yang drastis. Hipersplenisme lanjut ditandai oleh adanya pansitopenia. Splenektomi sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat tungsi limpa dalam sistem imun tubuh telah dapat diambil alih oleh organ limfoid lain.
Irnunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegah infeksi virus tersebut melalui transfusi darah. Transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru dengan talasemia mayor. Obat pendukung seperti vitamin C dianjurkan diberi dalam dosis kecil 100-250 mg) pada saat dimulainya pemberian kelasi besi dan dihentikan pada saat pemberian kelasi selesai (vitamin C dapat meningkatkan efPk deaferioksamin). Diberikan asam folat :5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada pasien talasemia, khususnya pada yang jarang mendapat transfusi darah.
lihat artikel selengkapnya - Talasemia
iklan2

iklan0
Pengaruh Budaya Terhadap Kesehatan

iklan1
A. Kesehatan dalam Sosial Budaya

Seperti kita ikuti bersama, akhir-akhir ini diskusi tentang global change banyak diangkat. Berbagai perubahan sosial, ekonomi, budaya, teknologi dan politik mengharuskan jalinan hubungan di antara masyarakat manusia di seluruh dunia. Fenomena ini dirangkum dalam terminologi globalisation. Ditengah riuh rendah globalisasi inilah muncul wacana Dampak Perubahan Sosial dan Budaya. Dampak dari perubahan sosial dan budaya sendiri diartikan sebagai perubahan dalam skala besar pada sistem bio-fisik dan ekologi yang disebabkan aktifitas manusia. Perubahan ini terkait erat dengan sistem penunjang kehidupan planet bumi (life-support system). Ini terjadi melalui proses historis panjang dan merupakan agregasi pengaruh kehidupan manusia terhadap lingkungan, yang tergambar misalnya pada angka populasi yang terus meningkat, aktifitas ekonomi, dan pilihan-pilihan teknologi dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Saat ini pengaruh dan beban terhadap lingkungan hidup sedemikian besar, sehingga mulai terasa gangguan-gangguan terhadap Sistem Bumi kita.
Perubahan sosial dan budaya yang terjadi seiring tekanan besar yang dilakukan manusia terhadap sistem alam sekitar, menghadirkan berbagai macam risiko kesehatan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Sebagai contoh, kita terus mempertinggi konsentrasi gas-gas tertentu yang menyebabkan meningkatkan efek alami rumah kaca (greenhouse) yang mencegah bumi dari pendinginan alami (freezing). Selama abad 20 ini, suhu rata-rata permukaan bumi meningkat sekitar 0,6oC dan sekitar dua-per-tiga pemanasan ini terjadi sejak tahun 1975. Dampak perubahan sosial dan budaya penting lainnya adalah menipisnya lapisan ozon, hilangnya keaneragaman hayati (bio-diversity), degradasi kualitas lahan, penangkapan ikan melampaui batas (over-fishing), terputusnya siklus unsur-unsur penting (misalnya nitrogen, sulfur, fosfor), berkurangnya suplai air bersih, urbanisasi, dan penyebaran global berbagai polutan organik. Dari kacamata kesehatan, hal-hal di atas mengindikasikan bahwa kesehatan umat manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor yang terjadi di luar batas kemampuan daya dukung ruang lingkungan dimana mereka hidup.
Dalam skala global, selama seperempat abad ke belakang, mulai tumbuh perhatian serius dari masyarakat ilmiah terhadap penyakit-penyakit yang terkait dengan masalah lingkungan, seperti kanker yang disebabkan racun tertentu (toxin related cancers), kelainan reproduksi atau gangguan pernapasan dan paru-paru akibat polusi udara. Secara institusional International Human Dimensions Programme on Global Environmental Change (IHDP) membangun kerjasama riset dengan Earth System Science Partnership dalam menyongsong tantangan permasalahan kesehatan dan Dampak dari perubahan sosial dan budaya.
Pengaruh perubahan iklim global terhadap kesehatan umat manusia bukan pekerjaan mudah. Dibutuhkan kerja keras dan pendekatan inter-disiplin diantaranya dari studi evolusi, bio-geografi, ekologi dan ilmu sosial. Di sisi lain kemajuan teknik penginderaan jauh (remote sensing) dan aplikasi-aplikasi sistem informasi geografis akan memberikan sumbangan berarti dalam melakukan monitoring lingkungan secara multi-temporal dan multi-spatial resolution. Dua faktor ini sangat relevan dengan tantangan studi dampak perubahan sosial dan budaya terhadap kesehatan lingkungan yang memerlukan analisa historis keterkaitan dampak perubahan sosial dan budaya dan kesehatan serta analisa pengaruh perubahan sosial dan budaya di tingkat lokal, regional hingga global.

B. Bagaimana Perubahan Sosial dan Budaya Mempengaruhi Kesehatan Manusia?
Ada tiga alur tingkatan pengaruh perubahan sosial dan budaya terhadap kesehatan. Pengaruh ini dari urutan atas ke bawah menunjukkan peningkatan kompleksitas dan pengaruhnya bersifat semakin tidak langsung pada kesehatan. Pada alur paling atas, terlihat bagaimana perubahan pada kondisi mendasar lingkungan fisik (contohnya: suhu ekstrim atau tingkat radiasi ultraviolet) dapat mempengaruhi biologi manusia dan kesehatan secara langsung (misalnya sejenis kanker kulit). Alur pada dua tingkatan lain, di tengah dan bawah, mengilustrasikan proses-proses dengan kompleksitas lebih tinggi, termasuk hubungan antara kondisi lingkungan, fungsi-fungsi ekosistem, dan kondisi sosial-ekonomi.
Alur tengah dan bawah menunjukkan tidak mudahnya menemukan korelasi langsung antara perubahan lingkungan dan kondisi kesehatan. Akan tetapi dapat ditarik benang merah bahwa perubahan-perubahan lingkungan ini secara langsung atau tidak langsung bertanggung jawab atas faktor-faktor penyangga utama kesehatan dan kehidupan manusia, seperti produksi bahan makanan, air bersih, kondisi iklim, keamanan fisik, kesejahteraan manusia, dan jaminan keselamatan dan kualitas sosial. Para praktisi kesehatan dan lingkungan pun akan menemukan banyak domain permasalahan baru di sini, menambah deretan permasalahan pemunculan toksi-ekologi lokal, sirkulasi lokal penyebab infeksi, sampai ke pengaruh lingkungan dalam skala besar yang bekerja pada gangguan kondisi ekologi dan proses penyangga kehidupan ini. Jelaslah bahwa resiko terbesar dari dampak perubahan sosial dan budaya atas kesehatan dialami mereka yang paling rentan lokasi geografisnya atau paling rentan tingkat sumber daya sosial dan ekonominya.

C. Aktifitas Penduduk bagi Kesehatan
Sebagaimana disinggung di atas, masyarakat manusia sangat bervariasi dalam tingkat kerentanan terhadap serangan kesehatan. Kerentanan ini merupakan fungsi dari kemampuan masyarakat dalam beradaptasi terhadap perubahan iklim dan lingkungan. Kerentanan juga bergantung pada beberapa faktor seperti kepadatan penduduk, tingkat ekonomi, ketersediaan makanan, kondisi lingkungan lokal, kondisi kesehatannya itu sendiri, dan kualitas serta ketersediaan fasilitas kesehatan publik.
Wabah demam berdarah yang melanda negeri kita menyiratkan betapa rentannya kondisi kesehatan-lingkungan di Indonesia saat ini, baik dilihat dari sisi antisipasi terhadap wabah, kesigapan peanggulangannya sampai pada penanganan para penderita yang kurang mampu. Merebaknya wabah di kawasan urban juga menyiratkan kerentanan kondisi lingkungan dan kerentanan sosial-ekonomi. Hal ini terkait dengan patron penggunaan lahan, kepadatan penduduk, urbanisasi, meningkatnya kemiskinan di kawasan urban, selain faktor lain seperti rendahnya pemberantasan nyamuk vektor penyakit sejak dini, atau resistensi nyamuk sampai kemungkinan munculnya strain atau jenis virus baru.
Pada dekade lalu penelitian ilmiah yang menghubungkan pengaruh perubahan iklim global terhadap kesehatan dapat dirangkum dalam tiga katagori besar. Pertama, studi-studi empiris untuk mencari saling-hubungan antara kecenderungan dan variasi iklim dengan keadaan kesehatan. Kedua, studi-studi untuk mengumpulkan bukti-bukti munculnya masalah kesehatan sebagai akibat perubahan iklim. Ketiga, studi-studi pemodelan kondisi kesehatan di masa depan. Penelitian empiris jenis pertama dan kedua dimanfaatkan untuk mengisi kekosongan pengetahuan serta memperkirakan kondisi kesehatan sebagai tanggapan terhadap perubahan iklim dan lingkungan (scenario-based health risk assessment).
Akan tetapi, menimbang variasi kerentanan sosial-ekonomi yang telah kita singgung, keberhasilan sumbangan ilmiah di atas hanya akan optimal jika didukung paling tidak dua faktor lain, yaitu faktor administratif-legislatif dan faktor cultural-personal (kebiasaan hidup). Administrasi-legislasi adalah pembuatan aturan yang memaksa semua orang atau beberapa kalangan tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan preventif dan penanggulangan menghadapi masalah ini. Cakupan kerja faktor ini adalah dari mulai tingkatan supra-nasional, nasional sampai tingkat komunitas tertentu. Selanjutnya secara kultural-personal masyarakat didorong secara sadar dan sukarela untuk melakukan aksi-aksi yang mendukung kesehatan-lingkungan melalui advokasi, pendidikan atau insentif ekonomi. Faktor ini dikerjakan dari tingkatan supra-nasional sampai tingkat individu.

D. Upaya yang Dapat Dilakukan
Aktifitas penelitian yang menghubungkan kajian lingkungan dan kesehatan secara integral serta kerja praktis sistematis dari hasil penelitian ilmiah di atas masih sangat sedikit dilakukan di Indonesia. Menghadapi tantangan lingkungan dan kesehatan ini diperlukan terobosan-terobosan institusional baru diantara lembaga terkait lingkungan hidup dan kesehatan, misalnya dilakukan rintisan kerjasama intensif yang diprakarsai Departemen Kesehatan, Departemen Sosial dan Kementerian Lingkungan Hidup bersama lembaga penyedia data keruangan seperti Bakosurtanal (pemetaan) dan LAPAN (analisa melalui citra satelit). Untuk mewujudkan kerjasama di tataran praktis komunitas atau LSM pemerhati lingkungan hidup mesti berkolaborasi dengan Ikatan Dokter Indonesia bersama asosiasi profesi seperti Ikatan Surveyor Indonesia (ISI), Masyarakat Penginderaan Jauh (MAPIN) dalam mewujudkan agenda-agenda penelitian dan program-program penanganan permasalahan kesehatan dan perubahan lingkungan di tingkat lokal hingga nasional.
Hadirnya wacana dan penelitian sosial budaya dengan kompleksitas, ketidakpastian konsep-metodologi, dan perubahan-perubahan besar di masa depan, telah menghadirkan tantangan-tantangan dan tugas-tugas bagi komunitas ilmiah, masyarakat dan para pengambil keputusan. Penelitian ilmiah yang cenderung lamban, kini harus berganti dengan usaha-usaha terarah dan cepat menghadapi urgensi penanganan masalah kesehatan-lingkungan. Kemudian dalam gerak cepat pula informasi yang dihasilkan dunia ilmiah, walaupun dengan segala ketidaksempurnaan dan asumsi-asumsi, didorong untuk memasuki arena kebijakan. Masalah kesehatan dan GEC ini merupakan isu krusial dan bahkan isu sentral dalam diskursus internasional seputar pembangunan yang berkelanjutan
lihat artikel selengkapnya - Pengaruh Budaya Terhadap Kesehatan
iklan2

iklan0
Pengukuran Antropometri

iklan1
A. Pengertian Antropometri
Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Antropometri artinya ukuran dari tubuh.
Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.

B. Keunggulan Antropometri
Beberapa syarat yang mendasari penggunaan antropometri adalah:
a. Alatnya mudah didapat dan digunakan, seperti dacin, pita lingkar lengan atas, mikrotoa, dan alat pengukur panjang bayi yang dapat dibuat sendiri dirumah.
b. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif
c. Pengukuran bukan hanya dilakukan dengan tenaga khusus profesional, juga oleh tenaga lain setelah dilatih untuk itu.
d. Biaya relatif murah
e. Hasilnya mudah disimpulkan karena mempunyai ambang batas.
f. Secara alamiah diakui kebenaranya.


C. Kelemahan Antropometri
a. Tidak sensitif
b. Faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi)
c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempungaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran antropometri gizi.
d. Kesalahan terjadi karena:
1) Pengukuran
2) Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan
3) Analisis dan asumsi yang keliru
e. Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan:
1) Latihan petugas yang tidak cukup
2) Kesalahan alat atau alat tidak ditera
3) Kesulitan pengukuran

D. Jenis Parameter
a. Berat badan
Merupakan ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau BBLR.
Berat badan merupakan pilihan utama karena berbagai pertimbangan:
1) Parameter yang baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat.
2) Memberi gambaran status gizi sekarang dan gambaran yang baik tentang pertumbuhan
3) Merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara umum dan luas.
4) Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh ketrampilan pengukur
5) KMS (Kartu Menuju Sehat) yang digunakan sebagai alat yang baik untuk pendidikan dan monitor kesehatan anak menggunakan juga berat badan sebagai dasar pengisian.

Alat yang digunakan di lapangan sebaiknya memenuhi beberapa persyaratan:
1) Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain.
2) Mudah diperoleh dan relatif murah harganya.
3) Ketelitian penimbangan sebaiknya maksimum 0,1 kg
4) Skala mudah dibaca
5) Cukup aman untuk menimbang anak balita.

Cara menimbang/mengukur berat badan:
1) Langkah I
Gantungkan dacin pada:
 Dahan pohon
 Palang rumah atau penyangga kaki ktiga
2) Langkah 2
Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat
3) Langkah 3
Sebelum dipakai, letakkan bandul geser pada angka 0 (nol)
4) Langkah 4
Pasanglah celana timbang, kotak timbang, atau sarung timbang yang kosong pada dacin.
5) Langkah 5
Seimbangkan dacin yang sudah dibebani celana timbang
6) Langkah 6
Anak di timbang dan seimbangkan dacin
7) Langkah 7
Tentukan berat badan anak dengan membaca angka diujung bandul geser.
8) Langkah 8
Catat hasil penimbangan di atas pada secarik kertas
9) Langkah 9
Geserlah bandul ke angka nol, letakkan batang dacin dalam tali pengaman, setelah itu bayi baru anak dapat diturunkan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menimbang berat badan anak:
1) Pemeriksaan alat timbangan
2) Anak balita yang ditimbang
3) Keamanan
4) Pengetahuan dasar petugas.


b. Umur
Faktor umur sangat penting dalam menentukan status gizi. Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980), batasan umur digunakan adalah tahun umur penuh dan untuk anak 0-2 tahun digunakan bulan penuh.
Contoh : tahun usia penuh.
Umur : 7 tahun 2 bulan dihitung 7 tahun
6 tahun 11 bulan dihitung 6 tahun.

c. Tinggi Badan
Cara mengukur:
1) Tempelkan dengan paku mikrotoa tersebut pada dinding yang lurus datar sehingga tepat 2 meter.
2) Lepaskan sepatu atau sandal.
3) Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna
4) Turunkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku harus lurus menempel pada dinding.
5) Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam gulungan mikrotoa.

d. Lingkar Lengan Atas
1) Baku lingkar lengan atas yang digunakan sekarang belum dapat mendapat pengujian memadai untuk digunakan di Indonesia.
2) Kesalahan pengukuran LLA (ada berbagai tingkat ketrampilan pengukur) relatif lebih besar dibandingkan dengan tinggi badan, mengingat batas antara baku dengan gizi kurang, lebih sempit pada LLA dari pada tinggi badan.
3) Lingkar lengan atas sensitif untuk suatu golongan.

Cara mengukur:
 Yang diukur adalah pertengahan lengan atas sebelah kiri
 Lengan dalam keadaan bergantung bebas, tidak tertutup kain atau pakaian
 Pita dilingkarkan pada pertengahan lengan tersebut sampai cukup terukur keliling lingkaran lengan.

e. Lingkar Kepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak praktis, yang biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau peningkatan ukuran kepala.

Alat dan tehnik pengukuran:
Alat yang sering digunakan dibuat dari serat kaca (fiber glas) dengan lebar kurang dari 1 cm, fleksibel, tidak mudah patah, pengukuran sebaiknya dibuat mendekati 1 desimal, caranya dengan melingkarkan pita pada kepala.

f. Lingkar Dada
Biasanya dilakukan pada anak berumur 2-3 tahun, karena rasio lingkar kepala dan lingkar dada sama pada umur 6 bulan.

Alat dan tehnik pengukuran:
Alat yang digunakan adalah pita kecil, tidak mudah patah, biasanya terbuat dari serat kaca (fiber glas). Pengukuran dilakukan pada garis puting susu. Masalah yang sering dijumpai adalah mengenai akurasi pengukuran (pembaca), karena pernapasan anak yang tidak teratur.
lihat artikel selengkapnya - Pengukuran Antropometri
iklan2

iklan0
Konsep Etika Keperawatan

iklan1
A. Konsep Tanggung Jawab dan Akuntabilitas Profesi Keperawatan

1. Tanggung Jawab

Menempatkan kebutuhan pasen di atas kepentingan sendiri. Melindungi hak pasen untuk memperoleh keamanan dan pelayanan yang berkualitas dari perawat. Selalu meningkatkan pengetahuan, keahlian serta menjaga perilaku dalam melaksanakan tugasnya.

Tanggung jawab menunjukkan kewajiban. Ini mengarah kepada kewajiban yang harus dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara professional. Manajer dan para staf harus memahami dengan jelas tentang fungsi tugas yang menjadi tanggung jawab masing-masing perawat dan bidan serta hasil yang ingin dicapai dan bagaimana mengukur kualitas kinerja stafnya. Perawat yang professional akan bertanggung jawab atas semua bentuk tindakan klinis keperawatan atau kebidanan yang dilakukan dalam lingkup tugasnya.

Tanggung jawab diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan kinerja yang ditampilkan guna memperoleh hasil pelayanan keperawatan atau kebidanan yang berkualitas tinggi. Yang perlu diperhatikan dari pelaksanaan tanggung jawab adalah memahami secara jelas tentang “uraian tugas dan spesifikasinya” serta dapat dicapai berdasarkan standar yang berlaku atau yang disepakati. Hal ini berarti perawat mempunyai tanggung jawab yang dilandasi oleh komitmen, dimana mereka harus bekerja sesuai fungsi tugas yang dibebankan kepadanya.

Untuk mempertahankannya, perawat dan bidan hendaknya mampu dan selalu melakukan introspeksi serta arahan pada dirinya sendiri (self-directed), merencanakan pengembangan diri secara kreatif dan senantiasa berusaha meningkatkan kualitas kinerjanya. Hal ini diperlukan agar mereka dapat mengidentifikasi elemen-elemen kritis untuk meningkatkan dan mengembangkan kinerja klinis mereka, guna memenuhi kepuasan pasen dan dirinya sendiri dalam pekerjaannya. Mencatat respon dan perkembangan pasen dengan lengkap dan benar merupakan salah satu tanggung jawab perawat dalam melaksanakan tugasnya.

2. Akontabilitas

Akontabilitas adalah mempertanggungjawabkan hasil pekerjaan, dimana “tindakan” yang dilakukan merupakan satu aturan profesional. Oleh karena itu pertanggungjawaban atas hasil asuhan keperawatan atau kebidanan mengarah langsung kepada praktisi itu sendiri. Pada tingkat pelaksana sebagai perawat harus memiliki kewenangan dan otonomi (kemandirian) dalam pengambilan keputusan untuk tindakan yang akan mereka lakukan. Manajer ruangan (KARU) bertanggung jawab atas keputusannya terhadap pelaksanaan tugas-tugasnya, termasuk menyeleksi staf, terutama mengarah pada kemampuan kinerja mereka masing-masing. Selanjutnya, setiap perawat sebagai anggota tim bertanggung jawab terhadap penugasan yang dilimpahkan kepadanya. Oleh karena itu, setiap perawat harus faham terhadap pertanggungjawaban atas tugas yang dibebankan kepadanya. Kepala ruangan wajib melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dari srafnya. Perawat professional harus dapat mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukan dalam pencapaian tujuan asuhan keperawatan atau kebidanan kepada pasen. Kepekaan diperlukan terhadap hasil setiap tindakan yang dilakukannya, karena berhubungan dengan tanggung jawab, pendelegasian, kewajiban dan kredibilitas profesinya.

Akontabilitas profesional mempunyai beberapa tujuan :

(1) Perawat dan bidan harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada pasien, manajer dan organisasi tempat mereka bekerja.
(2) Mereka bertanggungjawab terhadap tindakan yang diambil untuk pasen dan keluarganya, masyarakat dan juga terhadap profesinya.
(3) Mengevaluasi praktek profesional dan para stafnya.
(4) Menerapkan dan mempertahankan standar yang telah ditetapkan dan yang dikembangkan oleh organisasi.
(5) Membina ketrampilan personal staf masing-masing.
(6) Memastikan ruang lingkup dalam proses pengambilan keputusan secara jelas.

B. Falsafah Etika Keperawatan
Keperawatan berpandangan bahwa manusia dan kemanusiaan merupakan titik sentral setiap upaya pembangunan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bertolak dari pandangan ini disusun paradigma keperawatan yang terdiri atas empat konsep dasar yakni manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan seperti diuraikan di bawah ini:
1. Manusia
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pribadi yang utuh dan unik, mempunyai aspek bio-psiko–sosiokultural–spiritual. Manusia sebagai sistem terbuka yang selalu berinteraksi dan berespon terhadap lingkungan, mempunyai kemampuan untuk mempertahankan integritas diri melalui mekanisme adaptasi.
Dalam kehidupannya manusia mempunyai kebutuhan dasar yang harus dipenuhi termasuk kebutuhan pengakuan harkat dan martabat untuk mencapai keseimbangan sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhan perkembangan. Manusia Indonesia adalah manusia yang beriman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, merupakan sumber daya pembangunan yang berhak memiliki kemampuan untuk hidup sehat guna mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Selain itu manusia Indonesia merupakan manusia yang memiliki berbagai kultur yang bersifat unik dan memiliki berbagai keyakinan tentang sehat, sehingga akan memberikan respon yang berbeda-beda terhadap upaya pemenuhan kebutuhan dasar.

2. Kesehatan
Kesehatan adalah kondisi dinamis manusia dalam rentang sehat sakit yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungan. Sehat merupakan keadaan seimbang bio-psiko-sosio-spiritual yang dinamis yang memungkinkan individu untuk menyesuaikan diri sehingga dapat berfungsi secara optimal guna memenuhi kebutuhan dasar melalui aktifitas sehari-hari sesuai dengan tingkat tumbuh kembangnya.
Sehat sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum adalah hak dan tanggung jawab setiap individu yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut maka harus dipertahankan dan ditingkatkan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Sakit merupakan keadaan yang tidak seimbang antara bio-psiko-sosio-spiritual sebagai respon tubuh terhadap interaksinya dengan lingkungan, baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Respon ini menyebabkan terganggunya individu untuk berfungsi optimal dalam pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan tingkat tumbuh kembang. Respon yang tidak adekuat terhadap lingkungan dapat disebabkan oleh karena ketidaktahuan, ketidakmampuan dan ketidakmauan. Kondisi manusia dalam rentang sehat sakit merupakan bidang garapan keperawatan.

3. Lingkungan
Lingkungan adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia, baik faktor dari dalam diri (internal) maupun dari luar (eksternal). Lingkungan internal meliputi aspek-aspek genetika, struktur dan fungsi tubuh, dan psikologis, sedangkan lingkungan eksternal meliputi lingkungan sekitar manusia baik lingkungan fisik, biologis, sosial, kultural, dan spiritual. Lingkungan internal dan eksternal akan mempengaruhi sikap dan perilaku manusia termasuk persepsinya tentang sehat sakit, cara-cara memelihara dan mempertahankan kesehatan serta menanggulangi penyakit.
Manusia sebagai makhluk sosial mempunyai hubungan yang dinamis dengan lingkungannya dan tidak dapat dipisahkan dari lingkungan. Oleh karena itu, diperlukan kemampuan untuk merespon secara adaptif terhadap pengaruh lingkungan agar dapat mempertahankan kesehatan. Ketidakmampuan manusia merespon terhadap pengaruh lingkungan internal maupun eksternalnya, akan mengakibatkan gangguan kesehatan atau terjadi pergeseran status kesehatan dalam rentang sehat sakit.

4. Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sehat atau sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Pelayanan keperawatan berupa bantuan yang diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang langsung diberikan kepada klien/pasien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan dilaksanakan menggunakan metodologi proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawabnya.
Pelayanan keperawatan sebagai pelayanan profesional yang bersifat humanistis terintegrasi di dalam pelayanan kesehatan, dapat bersifat independen dan interdependen serta dilaksanakan dengan berorientasi kepada kebutuhan objektif klien. Perawat sebagai tenaga profesional yang mempunyai kemampuan baik intelektual, teknikal, interpersonal dan moral bertanggung jawab dan berkewenangan melaksanakan pelayanan asuhan keperawatan.

C. Etika Keperawatan
Kerangka konsep dan dimensi moral dari suatu tanggung jawab dan akontabilitas dalam praktek klinis keperawatan dan kebidanan didasarkan atas prinsip-prinsip etika yang jelas serta diintegrasikan ke dalam pendidikan dan praktek klinis. Hubungan perawat dengan pasien dipandang sebagai suatu tanggung jawab dan akuntabilitas terhadap pasien yang pada hakekatnya adalah hubungan memelihara (caring). Elemen dari hubungan ini dan nilai-nilai etiknya merupakan tantangan yang dikembangkan pada setiap sistem pelayanan kesehatan dengan berfokus pada sumber-sumber yang dimiliki. Perawat harus selalu mempertahankan filosofi keperawatan yang mengandung prinsip-prinsip etik dan moral yang tinggi sebagaimana perilaku memelihara dalam menjalin hubungan dengan pasien dan lingkungannya. Sebagai contoh, ketika seorang perawat melakukan kesalahan dalam memberikan obat kepada pasen, dia harus secara sportif (gentle) dan rendah hati (humble) berani mengakui kesalahannya. Pada kasus ini dia harus mempertanggungjawabkan kepada: (1) pasien sebagai konsumen, (2) dokter yang mendelegasikan tugas kepadanya, (3) Manajer Ruangan yang menyusun standar atau pedoman praktek yang berhubungan dengan pemberian obat (4) Direktur Rumah Sakit atau Puskesmas yang bertanggung jawab atas semua bentuk pelayanan di lingkungan organisasi tersebut.

D. Permasalahan dalam Profesi Keperawatan di Indonesia
Perawat dihadapkan pada suatu situasi untuk mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan dasar seseorang tidak terpenuhi dan berbagai upaya untuk membantu klien dalam memenuhi kebutuhan dasar. Hal ini dilakukan dalam proses interaksi perawat­/klien. Oleh karena objeknya adalah manusia dalam segala tingkatannya, dan manusia adalah makhluk hidup yang sampai saat ini belum semua aspeknya terungkap melalui ilmu pengetahuan, berarti pula perawat se­nantiasa dihadapkan pada kondisi pekerjaan yang penuh dengan risiko. Oleh karenanya, perawat dituntut pada tingkat kemampuan profesional agar ia mampu memberikan pelayanan yang berkualitas dan memuaskan.
Sebagaimana dikemukakan bahwa kepe­rawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan atas ilmu dan kiat keperawatan: Hal ini bermakna bahwa pelayanan keperawatan yang profesional hanya dapat dimungkinkan bila tenaga keperawatan yang bertanggung jawab mem­berikan pelayanan keperawatan. Tenaga ke­perawatan yang profesional ditandai dengan pengetahuan yang mendalam dan sistematis, keterampilan teknis dan kiat yang diperoleh melalui latihan lama dan teliti, serta pelayan­an/asuhan pada yang memerlukan berdasarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yang diyakini, yaitu etika profesi. Di Indonesia, kategori pendidikan yang meng­hasilkan tenaga keperawatan profesional diperoleh dari jenjang pendidikan tinggi yang ada saat ini yaitu Akademi Keperawatan (jenjang Diploma III) dan program pen­didikan sarjana keperawatan/Ners.
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 telah memberikan pengakuan secara jelas ter­hadap tenaga keperawatan sebagai tenaga profesional sebagaimana pada Pasal 32 ayat (4), Pasal 53 ayat (1) dan ayat (2). Selanjutnya, pada ayat (4) disebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak­hak pasien sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Sampai saat ini, peraturan tentang standar profesi belum ada. Dengan demikian, standar praktik keperawatan yang ada di sebagian rumah sakit hanya bersifat mengikat ke dalam, tetapi tidak ke luar secara hukum belum dapat dipertanggungj awabkan (karena akan ditetap­kan dalam Peraturan Pemerintah). Oleh karena itu, tenaga keperawatan yang saat ini bekerja di tatanan pelayanan tidak memiliki standar baku sebagai pedoman dalam pemberian pelayanan keperawatan.
Kode etik keperawatan sebagai norma moral yang mengandung nilai luhur dijun­jung tinggi oleh setiap tenaga keperawatan dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada kliennya
lihat artikel selengkapnya - Konsep Etika Keperawatan
iklan2
kti