Kematian Ibu dan Angka Kematian Perinatal di Indonesia masih sangat tinggi. Berdasarkan perhitungan oleh Biro Pusat Statistik diperoleh AKI tahun 2007 sebesar 248/100.000 KH. Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2002 sebesar 307/100.000 KH, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target MDGS 2015 (102/100.000 KH) (Supari, 2008: 1). Yang menjadi sebab utama kematian ibu di Indonesia di samping perdarahan adalah pre-eklampsia atau eklampsia dan penyebab kematian perinatal yang tinggi. Pada kondisi berat pre-eklamsia dapat menjadi eklampsia dengan penambahan gejala kejang-kejang (Wiknjosastro, dkk, 2002: 281)
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal ini terjadi, istilah kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama karena eklamsia merupakan peningkatan dari pre-eklamsia yang lebih berat dan berbahaya dengan tambahan gejala-gejala tertentu (Wiknjosastro, dkk, 2002: 237). Penyebab terjadinya eklampsi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi ditemukan beberapa faktor resiko terjadinya pre eklampsi, yaitu primigravida usia <20 tahun atau > 35 tahun, nullipara, kehamilan ke lima atau lebih, kehamilan pertama dari pasangan yang baru, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, gemelli/kehamilan ganda (Prawirohardjo, 2002: 237). Kehamilan multiple, molahidatidosa, Hidramnion, Diabetes gestasional, riwayat penyakit ibu seperti; hipertensi kronis, hipertensi esensial, penyakit ginjal, penyakit hati, diabetes mellitus (Cunningham, 2005, www.undip.ac.id). Adanya riwayat keluarga dengan pre eklampsi, sosial ekonomi rendah, ibu yang bekerja, pendidikan yang kurang, faktor ras dan etnik, obesitas dengan indeks masa tubuh lebih dari atau sama dengan 35 kg/m², dan lingkungan /letak geografis yang tinggi (Chapman, 2006, www.undip.ac.id).
Pre-eklampsia berat dan eklampsia merupakan risiko yang membahayakan ibu di samping membahayakan janin melalui placenta (Hovatta & Lipasti, 2007, www.undip.ac.id). Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia karena eklampsia (Dudle L, 2007 www.undip.ac.id). Incidens eklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100 sampai 1:1700 (Crowter, 2007, www.undip.ac.id). Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan. Pada stadium akhir yang disebut eklampsia, pasien akan mengalami kejang. Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak, oleh karena itu kejadian kejang pada penderita eklampsia harus dihindari. Karena eklampsia menyebabkan angka kematian sebesar 5% atau lebih tinggi (Royston, 2007, www.undip.ac.id).
Pre eklampsi dan eklampsi berdampak pada ibu dapat memperburuk fungsi beberapa organ dan sistem, yang diduga merupakan akibat vasospasme dan iskemia plasenta. Vasospasme mengurangi suplai oksigen ke organ-organ tubuh dan dapat menyebabkan hipertensi arterial. Keadaan ini sangat berpengaruh pada ginjal, hati, otak, dan plasenta. Spasme arterial menyebabkan retina mata mengecil, dan jika terjadi perdarahan, dapat menimbulkan kebutaan. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan perdarahan (Mochtar, 1998: 200). Komplikasi ini yang merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsi (Prawirohardjo, 2002).
Dampak pre eklampsi pada janin dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan yang bisa mengakibatkan berat bayi lahir rendah. Keadaan ini terjadi karena spasmus arteriola spinalis decidua menurunkan aliran darah yang menuju ke plasenta, yang mengakibatkan gangguan fungsi plasenta (Mochtar, 1998: 200, dan Prawirohardjo, 2002: 296). Menurunnya fungsi plasenta dapat meningkatkan kejadian hipoksia janin pada masa kehamilan dan persalinan. Kerusakan plasenta yang masih ringan akan mengakibatnya hipoksia janin, dan jika kerusakan lebih parah, dapat terjadi kematian janin dalam kandungan. Kematian, janin karena pre eklampsi mencapai 10% dan meningkat menjadi 25% pada eklampsi.
Frekuensi kejadian pre eklampsi menurut the National Center for Health Statistics pada tahun 1998 adalah 3,7% dari seluruh kehamilan (Cunningham, 2005, www.undip.ac.id). Frekuensi pre eklampsi untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya. Frekuensi pre eklampsi dilaporkan berkisar antara 3-10% (Prawirohardjo, 2002: 296). Di Provinsi Lampung, eklampsi juga menduduki urutan kedua sebesar (18,75%) setelah perdarahan (50,69%) (Depkes Provinsi Lampung, 2007: 59). Angka ini masih relatif tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian ibu di negara-negara berkembang yang disebabkan oleh eklampsi yaitu sekitar 9,8-25,5% (Prawirohardjo, 2002: 297).
0 komentar:
Posting Komentar